Senin, 05 April 2010

SI MERDET (Bagian 3)

Oleh Kia Rangkuti

Na landit dalan tu saba tapang
Mamintas bondar tu saba parbalan
Na ancit ma waktu zaman Jopang
Ulit ni ayu baen panutup ni badan

Tano duru madung potpotan
Isuani halak doi sangge-sangge
Dung do zaman madung modern
Pamake ni halak marbage-bage

Targan so sampe tu saba tapang
Ibolus parjolo da saba unte
Ringgas do ia mambantu simatobang
Dung do le ia masuk esempe

Muda ipaias bondar saba unte
Inda da tola na marderet-deret
Dung do si Merdet masuk esempe
Itanda halak maia melalui internet

Saba parbalan na sian dolok
Saba Lambou na sian lombang
Muda ujian nasional dung donok
Ulang be nian sai hamu longang

Mamolus nambur tu Parkutahan
Manyogot ni ari mangguris hapea
Di esema madung bahat parsiajaran
Nabahat gunana di hitaon sasudena

Musim eme musim mardege
Sude do halak marsonang ni roha
Muda lulus ma ia sian esempe
Giot ni rohana baya tu esema

Pakantan dolok pakantan lombang
Mamintas dalan sian Hutanagodang
Muda pamatang baya murmagodang
Nangkan sinaloan doma ambaen podang

Aek Singolot di Purba baru
Aek na macom panumbur saba
Muda dapot baya baju naimbaru
Sonang ni roha da mamakena

Sonang ni roha ni namarsikola
Inda mandemes tu Matematika
Dompak libur sikola anak esema
Manaek aeles ma nian tu Jakarta

Laos mulak mada sian esema
Manguntortor tot idoit daldal
Naribur do baya kota Jakarta
Di trotoar do halak le marjagal

Bahat do halak nian marjagal
Gadisonna muse marasing-asing
Olope bahat di Plaza namarjagal
Inda sadia uida halak Mandailing

Mulak si Merdet tingon Jakarta
Atia si Taing mulak ngon saba
Inda be tarbaen na martata
Dongan “marsilaing” iba tu saba

Olope loja na tingon saba
Inda lupa ia pamangan bodat
Dung do si Merdet masuk esema
Dohot ma ia marsiajar mar”adat”

Na lampas tor lampasan dope gunung
Inda na tarbaen maroban eme sagoni
Harani godangna baya luak Mandailing
Ima ambaen manetek ijur ni Bolanda i

Tano hapea tano ni bargot
Donok muse tanomon eme
Tano sere madung do dapot
Ulang be nian igadis muse

Aha ma baya tabuson di ari poken
Ihan mas baya songon ihan siroken
Sugari bolas baya nian pangidoan
Angkon na sikola songon Sati Nasution

http://www.facebook.com/note.php?note_id=87408559087

NASIB SI PENAGIH UTANG

Oleh Kia Rangkuti

Adong sada carito, ... santabi diita sude. Ulang nian adong na tarsinggung da.

Pada suatu hari, seorang antropolog bercerita kepada murid-2nya, bahwa perilaku (kebiasaan) dari berbagai etnis di Sumatera dapat dijelaskan ketika anggota masyarakat tersebut dihadapkan pada si penagih utang. Kemudian ant ropolog tersebut menjelaskan masing-masing jawaban tiga kelompok etnis (Mandailing, Karo, Batak Toba) ketika utangnya di tagih.

Hari Pertama, yang didatangi si penagih utang adalah orang Mandailing. Penagih utang berkata: "Saya datang karena waktunya telah tiba agar utang Bapak dilunasi". Jawab orang Mandailing: tanpa menunjukkan rasa bersalah, dan seolah-olah si penagih utang yang salah, "Aduuuh, kog nggak kau bilang dari kemaren, coba kalau kau bilang kian, kan kusiapkan lah uang itu, sekarang mana ada uang lagi di tangan, sudah kubayarkan untuk keperluan lain". Si penagih utang merasa bersalah, kemudian dia pulang.

Hari Kedua, ang didatangi si penagih utang adalah orang Karo. Penagih utang bilang: "Saya datang karena waktunya telah tiba agar utang Nande dilunasi". Jawab orang Karo: "Nakkuuuuu, la lit senkuuuu, anakku pun butuh uang tapi la lit sen ku", dengan menunjukkan wajah yang sedih minta dikasihani. Melihat kejadian itu, si penagih utang turut merasa sedih, kemudian dia pulang.

Hari Ketiga, yang didatangi si penagih utang adalah orang Batak Toba. Penagih utang berkata: "Saya datang karena waktunya telah tiba agar utang Bapak dilunasi". Jawab orang Batak Toba: dengan nada marah, "Apa kau bilang? utang, u...utang, dari sejak terminal sampai rumah ini kau kau saja yang menagih utang, tak ada, pulang kau". Dengan rasa takut melihat tingkah Bapak itu, akhirnya si penagih utang pun pulang dengan ketakutan.

Tiga hari berurut-turut si penagih utang diliputi rasa bersalah, sedih, takut; bercampur menjadi satu. Sekarang, benar tidaknya cerita "antropolog" tadi, mari kita "simak pelan-pelan" dalam kehidupan ini.

Sekali lagi mohon Kia dimaafkan. Santabi mangulai, sapulu noli marsantabi, tarsorah di ita ma manafsirkonna (@kia).
Wass.


Quiz: anda senang dengan tingkah suku?: (A) Mandailing, (B) Karo, (C) Batak Toba.

Minggu, 04 April 2010

Kopi Lintong Kini Dinikmati Petani

Rumah panggung berdinding kayu itu laburannya telah kusam karena kebanyakan terkena asap dari tungku di dapur. Letaknya persis di samping kebun kopi. Kursi tamunya reyot. Televisi 14 inch, hiburan satu-satunya di rumah tersebut, tertutup taplak kumal.

Pemilik rumah, Toho Manatap Siregar, petani kopi tamatan SMP, yang punya tanggung jawab mengelola uang ratusan juta rupiah, dana komunal petani kopi hasil ekspor dengan standar perdagangan internasional yang adil.
Toho tinggal di Desa Sibuntuon Partea, Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa ini berjarak sekitar 300 kilometer dari Medan, di mana terdapat dua gerai kopi internasional, Starbucks yang menjual kopi arabika lintong. Seperti namanya, Lintong Nihuta menjadi ”rumah” bagi kopi arabika lintong. Lintong Nihuta terletak di dataran tinggi pinggiran Danau Toba sebelah tenggara, yang cocok bagi pertumbuhan kopi jenis arabika.
Di Starbucks, biji kopi arabika lintong yang sudah disangrai dihargai Rp 95.000 setiap kemasan ukuran 250 gram. Bungkusnya eksklusif. Ada dua nama untuk kopi arabika lintong yang dijual Starbucks, Sumatra dan Sumatra Decaf. Yang terakhir oleh Starbucks dibikin dengan kadar kafein lebih rendah.

Kopi arabika lintong atau biasa hanya disebut kopi lintong adalah satu dari tiga brand kopi arabika terkenal dunia yang ditanam di Pulau Sumatera. Dua lainnya adalah kopi mandheling dan kopi gayo.
Saat kami bertandang ke rumahnya, Toho menyuruh anak perempuannya menyuguhkan kopi. Ketika ditanya, apakah itu kopi lintong, Toho malah tertawa. ”Saya pun tak tahu itu kopi apa. Kami cuma jual biji kopi, sudah jarang menyangrai dan menggiling sendiri. Lebih praktis beli kopi bubuk di pasar,” katanya.

Toho tak pernah mencicipi kopi di Starbucks. Dia pun tak tahu, biji kopi dari Lintong yang diekspor, disangrai pembeli di negaranya, ternyata dijual kembali di Indonesia dengan harga sangat mahal.
Dalam rantai perdagangan internasional, di titik paling awal, petani atau buruh kebun kadang tidak mendapatkan bagian yang adil dari keuntungan perdagangan. Petani tetap miskin. Padahal, hasil kebunnya bernilai sangat tinggi di pasar internasional, seperti kopi arabika lintong ini.

Beruntung Toho bergabung dalam Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik (APKLO). Organisasi petani berdiri sejak 21 Oktober 2003. APKLO merupakan gabungan beberapa kelompok tani di dua kecamatan, Lintong Ni Huta di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Siborongborong di Kabupaten Tapanuli Utara.
Pada tahun 2005 APKLO mendapat sertifikasi dari Fairtrade Labeling Organization (FLO), jaringan organisasi nirlaba berbasis di Bonn, Jerman, yang menyokong perdagangan internasional berjalan adil bagi penghasil komoditas seperti petani dan buruh. APKLO mendapat sertifikasi FLO setelah didampingi Wakachiai Project, sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Jepang.

FLO membuat standardisasi perdagangan yang adil bagi penghasil komoditas, eksportir, dan pembeli. Dalam laman resmi organisasi ini disebutkan, fairtrade adalah pendekatan alternatif dalam perdagangan konvensional. Didasarkan pada kemitraan penghasil komoditas dengan konsumennya, fairtrade menawarkan konsumen cara mengurangi kemiskinan saat mereka

”Fairtrade” premium

Fairtrade memangkas mata rantai perdagangan. Petani seperti Toho bisa menjual kopinya langsung ke importir di Jepang tanpa harus lebih dulu berhubungan dengan pengepul dan tengkulak. ”Petani tak bisa menentukan harga kopi karena selama ini ditentukan tengkulak dan pengepul,” ujar Ketua APKLO Gani Silaban.
”Dengan fairtrade, kami dapat harga standar minimum yang tak terpengaruh gejolak harga kopi dunia. Kalau harga tinggi, kami dapat lebih tinggi. Keuntungan lain, kami dapat fairtrade premium, uang lebih yang tidak termasuk harga standar,” kata Gani.

Fairtrade premium ini menjadi dana komunal petani. Nilai fairtrade premium produk kopi bersertifikat FLO saat ini sekitar Rp 2.000 per kilogram. Dana ini dipakai untuk meningkatkan kapasitas sosial, ekonomi, dan lingkungan petani. Inilah dana yang pengelolaannya dipegang Toho selaku ketua komite premium APKLO. ”Penggunaannya dibicarakan bersama seluruh anggota APKLO,” katanya.

APKLO tahun 2009 mendapat fairtrade premium sebesar Rp 218 juta, hasil produksi kopi 152 petani anggota APKLO setahun. ”Kami gunakan memberi beasiswa anak petani, membeli sarana produksi milik kelompok tani hingga membiayai pelatihan petani. Saya sempat dapat pelatihan di Jepang dari dana ini,” ujar Gani.
FLO tak sembarangan memberikan fairtrade premium. Setiap tahun FLO mengaudit standardisasi pelabelan fairtrade. Gani menuturkan, audit paling ketat diterapkan dalam penggunaan fairtrade premium. Sertifikat dicabut jika dana disalahgunakan. ”Meski FLO tak menjamin bakal ada pembeli, selalu saja ada pembeli luar negeri berminat. Bulan lalu kami sudah mengapalkan 18 ton kopi lintong ke Jepang,” katanya.

Starbucks merupakan salah satu pembeli kopi yang ikut dalam jaringan fairtrade. Ada 24 negara yang punya inisiatif pelabelan fairtrade tersebar di Eropa, Amerika, Australia, dan Jepang. Di Siborongborong, eksportir kopi lintong yang memasok Starbucks, PT Sumatera Speciallity Coffe (SSS), diminta Starbucks bekerja sama dengan koperasi yang memasok kopi lintong ke mereka agar mendapat sertifikasi FLO.

Koperasi atau kelompok tani seperti APKLO dianggap menerapkan prinsip demokrasi ekonomi sebagai syarat perdagangan yang adil. Menurut Koordinator PT SSS di Siborongborong Joko Prabowo, perusahaannya menggandeng Wira Koperasi Satolop untuk mendapatkan sertifikasi FLO. Sekitar 4.000 anggota Wira Koperasi adalah petani kopi lintong di Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan.

Menurut salah seorang pendiri Wira Koperasi, Robinson Bakara, koperasinya dalam tahap akhir mendapatkan sertifikasi FLO. ”Standardisasi yang harus dipenuhi cukup berat, tapi manfaat perdagangan yang adil bagi petani jauh lebih penting. Kami belajar dari keberhasilan APKLO,” katanya.
Sekarang APKLO berencana membangun gudang dan membeli mesin pengelupas kulit ari biji kopi dari dana fairtrade premium.

Toho menuturkan, dengan memiliki gudang, petani bisa menyimpan stok kopi untuk dijual saat harga tinggi. Mesin pengelupas kulit ari membuat mereka tak perlu menyewa lagi ke eksportir.
Untuk menikmati semerbak aroma kopi lintong produksinya, Toho tak perlu datang ke Starbucks yang menjualnya dengan harga sangat mahal. Perdagangan yang adil membuat Toho cukup menikmati semerbaknya aroma kopi lintong, meski dari kopi bubuk antah berantah yang dibelinya di pasar. (KHAERUDIN)

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/05/03131345/kopi.lintong.kini.dinikmati.petani

GORDANG SAMBILAN

Gordang Sambilan: Musik Tradisional Mandailing

Gordang Sambilan adalah warisan budaya bangsa Mandailing dan tidak ada duanya dalam budaya etnis lainnya di Indonesia. Gordang Sambilan diakui oleh ahli/pakar etnomusikologi sebagai satu ensembel musik yang teristimewa di dunia. Bagi orang Mandailing terutama di masa lalu, Gordang Sambilan merupakan musik adat sakral (kudus) yang terpenting. Gordang Sambilan dipandang sakral karena dipercayai mempunyai kekuatan gaib memanggil roh nenek moyang untuk memberi pertolongan melalui medium yang di namakan Sibaso.

Oleh karena itu, pada masa lalu, di setiap kerajaan otonom yang banyak terdapat di Mandailing harus ada satu ensambel Gordang Sambilan. Alat musik sakral itu di tempatkan di Sopo Godang (Balai Sidang Adat dan Pemerintahan Kerajaan) atau di satu bangunan khusus untuknya yang dinamakan Sopo Gordang yang terletak dekat Bagas Godang (kediaman raja). Gordang Sambilan digunakan untuk upacara adat.

Instrumen Gordang Sambilan

Gordang Sambilan terdiri dari sembilan buah gendang dengan ukuran yang relatif sangat besar dan panjang. Ukuran besar dan panjangnya kesembilan gendang tersebut bertingkat, mulai dari yang paling besar sampai pada yang paling kecil. Tabung resonator Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilumbangi dan salah satu ujung lobangnya (bagian kepalanya) ditutup dengan membran yang terbuat dari kulit lembu yang ditegangkan dengan rotan sebagai alat pengikatnya. Untuk membunyikan Gordang Sambilan digunakan kayu pemukul.

Masing-masing gendang dalam ensambel Gordang Sambilan mempunyai nama sendiri. Namanya tidak sama di semua tempat di seluruh Madailing. Karena masyarakat Madailing yang hidup dengan tradisi adat yang demokratis punya kebebasan untuk berbeda.Instrumen musik tradisional Gordang Sambilan dilengkapi dengan dua buah ogung (gong) besar Yang paling besar dinamakan ogung boru-boru (gong betina) dan yang lebih kecil dinamakan ogung jantan (gong jantan), satu gong yang lebih kecil yang dinamakan doal dan tiga gong lebih kecil lagi yang dinamakan salempong atau mong-mongan. Gordang Sambilan juga dilengkapi dengan alat tiup terbuat dari bambu yang dinamakan sarune atau saleot dan sepasang simbal kecil yang dinamakan tali sasayat.

Penggunaan Gordang Sambilan

Pada zaman sebelum Islam, Gordang Sambilan digunakan untuk upacara memanggil roh nenek moyang apabila diperlukan pertolongannya. Upacara tersebut dinamakan paturuan Sibaso (memanggil roh untuk merasuk/menyurupi medium Sibaso). Tujuannya untuk minta pertolongan roh nenek moyang, mengatasi kesulitan yang sedang menimpa masyarakat, seperti misalnya penyakit berjangkit. Gordang Sambilan digunakan juga untuk upacara meminta hujan atau menghentikan hujan yang turun terlalu lama dan menimbulkan kerusakan. Selain itu dipergunakan pula untuk upacara perkawinan yang dinamakan Orja Godang Markaroan Boru dan untuk upacara kematian yang dinamakan Orja Mambulungi.

Penggunaan Gordang Sambilan untuk kedua upacara tersebut, karena untuk kepentigan pribadi harus lebih dahulu mendapat izin dari pemimpin tradisional yang dinamakan Namora Natoras dan dari Raja sebagai kepala pemerintahan. Permohonan izin itu dilakukan melalui suatu musyawarah adat yang disebut markobar adat yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Namora Natoras dan Raja beserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara. Selain harus mendapat izin dari Namora Natoras dan Raja untuk penggunaan Gordang Sambilan dalam kedua upacara tersebut harus disembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa. Jika persaratan tersebut tidak dipenuhi maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan.

Untuk upacara kematian (Orja Manbulungi) yang digunakan hanya dua buah yang terbesar dari instrumen Gordang Sambilan yang digunakan, yaitu yang dinamakan Jangat. Tapi dalam konteks penyelenggaraan upacara kematian ia dinamakan Bombat.Penggunaan Gordang Sambilan dalam upacara adat disertai dengan peragaan benda-benda kebesaran adat, seperti bendera-bendera adat yang dinamakan Tonggol, payung kebesaran yang dinamakan Payung Raranagan.

Gordang Sambilan juga digunakan untuk mengiringi tari yang dinamakan Sarama. Penyarama (orang yang melakukan tari Sarama) kadang-kadang mengalami kesurupan (trance) pada waktu menari karena dimasuki oleh roh nenek moyang. Demikian juga halnya dengan pemain Gordang Sabilan. Pada masa belakangan ini Gordang Sambilan selain masih digunakan oleh orang Mandailing sebagai alat musik adat yang sakral, juga sudah ditempatkan sebagai alat musik kesenian tradisional Mandailing yang sudah mulai populer di Indonesia dan bahkan di Eropa dan Amerika Serikat. Karena dalam beberapa lawatan kesenian tradisional Indonesia ke dua Kontinen tersebut sudah diperkenalkan Gordang Sambilan. Orang Mandailing yang banyak terdapat di Malaysia sudah mulai pula menggunakan Gordang Sambilan untuk berbagai upacara.

Dengan ditempatkannya Gordang Sambilan sebagai instrumen musik kesenian tradisional Mandailing, maka Gordang Sambilan sudah digunakan untuk berbagai keperluan di luar konteks upacara adat Mandailing. Misalnya untuk menyambut kedatangan tamu-tamu agung, perayaan-perayaan nasional dan acara pembukaan berbagai upacara besar serta untuk merayakan Hari Raya Adul Fitri.

Sumber: http://bahanajarsenimusik.blogspot.com/2009_03_01_archive.html

Jumat, 26 Maret 2010

Warga Panyabungan Terkena Pemadaman Bergilir


Liputan6.com, Jakarta: Kenyataan pahit karena listrik mati, kini menjadi langganan sehari-hari warga Panyabungan, Mandailing Natal, Sumatra Utara. Betapa tidak, mulai Sabtu (20/3) pagi Perusahaan Listrik Negara mematikan aliran listrik secara bergilir 10 jam lamanya. Akibatnya, aktivitas warga terganggu, termasuk para wiraswastawan.

Untuk menjalankan usaha, mereka terpaksa menyalakan genset. Jika tidak, mereka akan ditinggal pelanggan. Tentu saja langkah ini akan menambah pengeluaran, bahkan lebih sering merugi. Lebih parah lagi, dalam waktu dekat PLN berencana akan menaikkan tarif dasar listrik.

Menanggapi keluhan pelanggan, pihak PLN setempat saat ini sudah mulai memperbaiki sejumlah fasilitas listrik yang sudah tua. Namun langkah ini tidak menjamin tidak akan ada pemadaman listrik. Dengan pernyataan ini, masyarakat Mandailing Natal nampaknya harus terima nasib.(ADO)

Sabtu, 20 Maret 2010

Jangan Biarkan Narkoba Menjajah Generasi Muda


PANYABUNGAN : Narkoba adalah musuh bangsa termasuk pelajar dan generasi muda. Tidak ada sejarahnya narkoba membuat bahagia, sebaliknya justru menyeret ke gerbang kesengsaraan yang nyata. Maka, tak ada kata lain bagi pelajar dan generasi muda untuk memerangi dunia bernama narkoba.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Madina Drs.H.Musaddad Daulay,MM saat membuka sekaligus menjadi nara sumber pada kegiatan penyuluhan bahaya penyalahahgunaan narkoba bagi ratusan pelajar,pemuda dan masyarakat dilaksanakan Yayasan Pemuda Indonesia ( YPI) Sumut di aula hotel Madina Sejahtera Panyabungan,Rabu ( 10/3).

Menurutnya,peredaran narkoba dan pengguna narkoba kini semakin merebah ditengah-tengah masyarakat Indonesia ,sehingga kondisi sangatlah memperihatinkan bagi bangsa Indonesia .

Selain itu,Musaddad mengungkapkan,barang yang hanya menjanjikan kebahagiaan sesaat itu kini tidak hanya menyerang para orang dewasa saja. Penyalahgunaan narkotika, psiokotropika, dan bahan adiktif lainya kini juga semakin membius para remaja, khususnya mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Mereka itu adalah para pelajar dan mahasiswa Indonesia .

Keadaan ini lanjutnya pasti mengguncang dunia pendidikan di Indonesia . Para pelajar dan mahasiswa yang kata orang adalah masa depan bangsa atau bibit-bibit pemimpin bangsa malah justru melakukan tindakan yang melanggar hukum. Ini merupakan perbuatan di luar dugaan.

Karenanya, siswa-siswi di Madina diharapkan untuk giat mengasah minat seperti berkesenian dan olah raga, disamping disiplin untuk belajar giat sebagai tugas utama,jangan kita biarkan narkoba itu menjajah generasi muda Madina.

“Disamping belajar giat, kembangkan terus bakat-bakat seperti seni musik, olah raga dan kegiatan positif lain yang kelak berguna untuk bekal. Yang pasti, jangan mendekati narkoba apalagi mencicipi dan mencoba-coba. Karena narkoba hanya akan menjerumuskan generasi muda ke lembah kesengsaraan,” tegasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Kapolres Madina diwakili Kasat Narkoba Iptu E.Banjar Nahor mengatakan bahwa sudah sepatutnya pemerintah dan semua elemen masyarakat tanggap dan mendukung upaya pemberantasan narkoba ini untuk menyelamatkan generasi muda kita dari bahaya narkoba yang semakin mengerikan.

Kampanye dan penyuluhan pemberantasan narkoba di Madina lanjutnya, masih sangat perlu ditingkatkan agar gaungnya semakin dapat dirasakan oleh masyarakat luas,sehingga jaringan peredaran narkoba semakin menurun dan korbannya semakin berkurang.

” Kami merasa bangga dan sangat mendukung adanya kegiatan penyuluhan seperti ini,sehingga kampanye dan gebrakan yang dilakukan selama ini akan semakin berkesinambungan,sehingga peredaran narkoba tidak semakin merajalela,” ujarnya.

Sementara Ketua YPI Sumut Muliadi Nasution,SP.Di menjelaskan,kegiatan bertujuan penyuluhan bahaya narkoba bagi pelajar,pemuda dan masyarakat ini dimaksudkan untuk mengoptimalisasi pemberdayaan potensi pelajar dan pemuda sebagai penyuluh pencegahan narkoba di lingkungan pendidikan Sekolah dan teman sebaya agar perubahan gaya hidup menuju kearah gaya hidup sehat tanpa narkoba dapat terwujud.

Kata dia, bahaya penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh para remaja pelakar dan kondisinya kini sudah sangat memprihatinkan dan merupakan ancaman sangat serius bagi penerima estapet kepemimpinan kita ke depan.

Oleh karenanya, Yayasan Pemuda Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Advokasi Rakyat Sumut dan beberapa instansi terkait di Madina merasa perlu untuk memberikan penyuluhan kepada pelajar,pemuda dan masyarakat sejak dini.Hal ini untuk mencengah supaya pelajar di Madina bisa terhindar dari penyalahgunaan narkoba.

“ Penyuluhan ini bertujuan untuk memberikan kesadaran bagi pelajar,pemuda dan masyarakat tentang bahaya narkoba sudah sangat mendasar ditengah-tengah masyarakat,sehingga mereka akan berupaya menjauhinya sekaligus bisa menjadikan Sumut bersih narkoba,” lanjutnya.***.

Panyabungan, 10 Maret 2010
Sumber: http://www.madina.go.id/news/news_item.asp?NewsID=152

Selasa, 16 Maret 2010

Gubsu Silaturrahmi ke Ponpes Purbabaru



Pimpinan Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Mandailing Natal H Mustafa Bakri Nasution menyetakan kepemimpinan Gubsu H Syamsul Arifin SE telah dirasakan masyarakat Sumut terutama pola komunikasi yang dibangunnya tidak berjarak dengan rakyat dan visi misinya menyentuh aspek-aspek kehidupan mendasar masyarakat.
Hal ini dikatakannya ketika menerima kunjungan silaturrahmi Gubsu H Syamsul Arifin SE ke Pondok Pesantren tersebut di sela-sela kunjungan kerja Gubsu ke Kabupaten Mandailing Natal, kemarin.
Pada kunjungan ke kabupaten ini Gubsu juga melantik dan mengukuhkan Panitia MTQ ke-32 tingkat Sumut serta mencanangkan dan memberikan bantuan awal pembangunan sarana fasilitas sosial pasca bencana alam di Kecamatan Muara Batanggadis yang berasal dari bantuan masyarakat melalui Rekening Sumut Peduli.
Lebih lanjut H Mustafa Bakri Nasution mengemukakan keluarga besar Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru senantiasa mendukung kepemimpinan dan program Gubsu H Syamsul Arifin SE. Mereka juga mendoakan agar Syamsul Arifin dalam melaksanakan kepemimpinannya dijauhkan oleh Allah SWT dari segala fitnah dan musibah.
Pimpinan Pondok Pesantren yang didirikan oleh Almarhum Tuan Sjech H Mustafa Husin Nasution pada tahun 1912 dan kini memiliki sekitar 8.200 santri ini mengimbau sesama pimpinan dan umat agar tidak saling menyebar fitnah, apalagi fitnah yang dikembangkan dapat menyesatkan masyarakat bahkan memecah belah persatuan dan kesatuan.
Pada kunjungan ini Gubsu H Syamsul Arifin SE beserta rombongan disambut ribuan santri. Gubsu mengemukakan gembira dan sangat bersyukur dapat berkunjung dan bersilaturrahmi dengan keluarga besar Pondok Pesantren ini yang telah dijanjikannya jauh-jauh hari sebelum menjabat sebagai Gubsu.
"Saya sangat gembira dan bersyukur dapat bersilaturrahmi di sini. Pemerintah Provinsi Sumut maupun saya pribadi mendukung sepenuhnya program-program yang dilaksanakan Pondok Pesantren tertua di Sumut ini," ujarnya.
Gubsu mengakui keberadaan Pondok Pesantren termasuk Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Mandailing Natal sangat strategis terutama memberhasilkan dua misi utama yaitu rakyat bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan rakyat tidak bodoh.
"Peran Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru sangat diperlukan dalam memperkokoh keimanan dan ketakwaan masyarakat dalam memperkuat eksistensi basis masyarakat di Kabupaten Mandailing Natal sebagai 'Serambi Mekkah' di pantai barat Sumut," ujarnya.
Gubsu berharap agar Ulama mendoakan para pemimpin di daerah ini tidak saling mencela, tidak menyebar fitnah, apalagi berkhianat karena indikasi ini adalah penyakit hati yang harus dihindari. "Mari kita mendoakan semoga orang-orang yang menyebar fitnah agar dibimbing oleh Allah SWT untuk kembali ke jalan yang benar," ujarnya.
Gubsu berulang mengemukakan agar semua pihak saling hidup rukun dan damai, tidak saling menyalahkan karena jika kita satu kali menyalahkan orang maka kita harus siap empat kali disalahkan orang.
Pada kesempatan kunjunga kerja ini Gubsu berkesempatan memberikan bantuan pembangunan lokal untuk Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru serta berziarah ke makam pendiri Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru Tuan Sjech H Mustafa Husin Nasution. ***

Sumber: http://inimedanbung.com/node/6188/Rabu 10 Februari 2010 — Admin